“Gus Dur menjadi tokoh penting dalam masa transisi setelah rezim otoriter. Meski mengendalikan pemerintah hanya 20 bulan, beliau berhasil mengembalikan marwah politik Indonesia,” tutur penulis buku Menjerat Gusdur, Virdika Rizky Utama dalam acara memperingati Haul Gus Dur ke-10. Acara ini diselenggarakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Universitas Negeri Semarang (PMII Unnes) di Perpustakaan Unnes pada Minggu (19/01).
“Musuh terbesar Gus Dur adalah oligarki. Ia melawannya dengan mengajarkan politik tanpa kompromi. Ungkapan ini menandakan Gus Dur melawan kelompok lama yang masih ada di tubuh pemerintahan. Bukan sesuatu yang mustahil mewujudkan sila kelima. Berpolitik harus bernegara dan berkonstitusi,” lanjut Virdika dalam paparannya.
Presiden ke-4 Republik Indonesia itu melakukan perombakan besar, diantaranya demiliterisasi, serta meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas peristiwa pembantaian pasca konflik Oktober 1965. Gus Dur juga memulihkan hak-hak berekspresi masyarakat etnis Tionghoa dan mengesahkan aliran kepercayaan Konghucu menjadi agama resmi yang diakui negara. Langkah-langkah Gus Dur dianggap sebagai ancaman oleh kelompok lama yang masih bertahan di tubuh pemerintahan pasca reformasi bergulir.
“Gus Dur dibesarkan dalam iklim represif sekaligus bersentuhan dengan aktivis-aktivis pro demokrasi. Saat masuk ke lingkaran kekuasaan dia tidak larut. Memperjuangkan kemanusiaan menjadi salah satu konsentrasinya,” cetus pria alumnus Universitas Negeri Jakarta yang kini berprofesi sebagai jurnalis ini.
Meski sering mendapatkan teror dalam proses menulis buku, pria yang pernah begiat di Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika ini justru merasa kian bersemangat. Teror pertama ia dapatkan saat akan berpamitan dengan AR saat dikonfirmasi terkait keterlibatan impeachment Gus Dur saat menjadi Presiden. “Kamu belum tentu selamat setelah keluar dari sini,” ucapnya menirukan kata-kata AR.
Virdika juga pernah mengalami teror ketika sedang membeli secangkir kopi di bilangan Jakarta Selatan. Ia kaget saat ada dua orang menghampiri lalu menanyakan kepada dirinya mengenai karya Menjerat Gus Dur.
“Hati-hati ya Mas kalau menulis itu,” ancam salah satu orang asing kepadanya. Virdika menjawab dengan lugas “Saya kalau pergi kemana-mana memang selalu nyantai.”
Dosen Sejarah Unnes, Tsabit Azinar Ahmad mengapresiasi langkah Virdika Rizky Utama menuliskan sejarah penggulingan Gus Dur dari kursi kepresidenan. Buku Menjerat Gus Dur ini menambah khazanah sejarah pasca reformasi.
“Sifat sejarah itu ulang-aling. Dalam sejarah mainstream, Gus Dur tercatat dilengserkan karena kasus Brunei-Gate dan Bulog-Gate. Penemuan dokumen perencanaan impeachment, menyambung mata rantai sejarah yang putus,” ungkapnya.