Analisis sosial. Ansos. Ini adalah “pisau” yang penting untuk membedah problem sosial dan, selanjutnya, menyusun strategi gerakan agar tercapai perubahan sosial.
Apa saja masalah yang ditemui para laktivis dalam upaya mereka menghidupkan kembali budaya menyusui? Ternyata buanyaaaaaaaakkkkk buanget ! Dari tujuh orang laktivis saja bisa terkumpul dua lembar besar berisi puluhan poin masalah. Ketujuh peserta Kelas Ansos Ein Institute kali ini adalah pengurus Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Cabang Jawa Tengah dari berbagai “generasi”, ada yang termasuk perintis AIMI di Semarang sejak 2007, ada yang baru saja bergabung di tahun 2016. Namun mereka sama antusias dan semangatnya memperjuangkan ASI sebagai hak bayi.
Nah, begitu banyaknya masalah, apakah para laktivis bisa menganalisis penyebabnya secara mendalam? Setiap masalah sosial ada akarnya, melibatkan banyak variabel, dimainkan oleh berbagai pihak dengan kepentingan masing-masing. Di sini kelas Ansos menjadi proses belajar yang seru! Ternyata, ketika paradigma seorang aktivis belum kritis, dia akan kesulitan mengurai masalah. Kenapa ibu bangga memberikan formula kepada bayinya, makin mahal harga formula itu makin bangga? Kenapa ibu bekerja memilih untuk tidak menyusui? Kenapa ibu tidak mau ikut kelas edukasi tentang menyusui sebelum punya anak?
“Karena ibu malas …”
“Karena ibu egois …”
“Karena ibu kurang komitmen …”
Benarkah? Para peserta meringis, nyengir, tersipu fasilitator memaparkan bahwa sikap menghakimi seperti itu adalah tanda-tanda mereka masih berkesadaran naif. “Secara intelektual, ibu-ibu sekalian ini expert, ahli soal ilmu menyusui,” jelas fasilitator Yvonne Sibuea, “tapi cara menganalisis masalahnya belum kritis, sehingga nanti akan berpengaruh di penyusunan dan pelaksanaan program-program organisasi, belum optimal mendorong perubahan sosial.”
Untuk melatih analisis kritis para peserta, fasilitator meminta mereka bekerja dalam kelompok, membedah kasus dan merancang program gerakan. Kelompok pertama membahas kesenjangan kebijakan cuti melahirkan di Indonesia dengan idealnya sesuai rekomendasi badan kesehatan internasional. Kelompok kedua membahas kondisi sangat populernya formula dibandingkan menyusui. Program-program apa yang harus digarap AIMI untuk mengubah situasi itu dari segi kebijakan, struktur, dan budaya masyarakat? Kedua kelompok kemudian mempresentasikan ide-ide mereka dan saling bertanya jawab.
Dari pukul sembilan pagi sampai hampir empat sore, sesi Ansos bagian pertama ini baru bisa membahas masalah-masalah eksternal organisasi. Namun, dari seharian membedah jenis-jenis paradigma, pendekatan, dan kesadaran ini, para peserta merasa mendapatkan banyak hal.
“Membuka mata, memberi pencerahan, membuat kita lebih kritis,” (Dhani)
“Sebelumnya nggak punya bayangan sama sekali, Ansos itu apa sih, gimana sih, karena aslinya saya anak teknik. Ikut organisasi AIMI hanya karena merasa cocok dan merasa jiwanya di situ, tapi nggak punya bekal keorganisasian. Setelah ikut Ansos baru tahu, oh ternyata begitu to cara membedah permasalahan yang dihadapi organisasi. Bukan menyerah, tapi perlu menggali lagi sampai ke akar permasalahannya.” (Dyah)
“Seneng! Ilmunya bermanfaat banget, membuka pikiran yang selama ini terblok.” (Diah Ayu)
“Materi ansosnya keren!” (Putri)
“Waktunya kurang panjang …” (Inda Raya)
Kelanjutan kelas ansos bagi laktivis ini rencananya diselenggarakan tanggal 18 September 2016 dengan jumlah peserta yang lebih banyak. Semangat berjuang, ibu-ibu menyusui!