“Menurut saya, orang Cina yang masih tidak mau disebut Cina, tapi maunya disebut Tionghoa; orang-orang itu menurut saya masih terus berada di bawah cengkeraman Orde Baru. Anda tentunya boleh berpendapat lain, dan saya minta maaf kalau anda merasa tidak nyaman dengan penyebutan itu,” tanpa tedeng aling-aling Dr. Widjajanti Dharmowijono menyampaikan sikap politiknya mengawali paparan yang ia sajikan pada audiens peluncuran novel Membongkar yang Terkubur karya Dewi Anggraeni. Pernyataan sikap ini tidak dengan mudah diambil Inge, panggilan akrab Dr. Widjajanti Dharmowijono. Ia menempuh sebuah proses panjang menelusuri jejak leluhurnya yang memakan waktu bertahun-tahun. Peluncuran Novel “Membongkar yang Terkubur”, Semarang, 7 Februari […]
Dewi Anggraeni Tuturkan Liku-liku Penulisan Novel “Membongkar yang Terkubur”
Karya sastra memberi keleluasaan lebih pada penulisnya untuk menyampaikan kritik sosial karena status cerita rekaan imajinatif yang disematkan padanya. Karya sastra juga bisa memasukkan rincian yang lebih menyentuh emosi pembaca ketimbang buku kajian nonfiksi, sehingga lebih punya daya untuk membangkitkan afeksi atau mendorong perubahan perilaku. Namun, sebetulnya seperti apa pergulatan batin dan proses yang dialami penulis sampai akhirnya berani menuangkan refleksi atas fakta-fakta sejarah dalam karya sastra dan kemudian menerbitkannya? Dewi Anggraeni Fraser lahir pada 1 Juni 1945 di Jakarta, kini tinggal di Melbourne. Sejak masa remajanya Dewi aktif menulis dan mengirimkan karyanya ke berbagai media. Pertama kali Dewi terjun […]