Share the knowledge!

Dalam kasus penodaan agama ada standar yang biasanya terkait dengan pendapat mayoritas, ungkap Tedi Kholiludin Direktur Lembaga Studi Sosial Agama (eLSA) Semarang, saat ditemui Kabar EIN pada acara Diskusi Penistaan Agama dalam Sejarah Indonesia yang digelar di Gedung Sarekat Islam, Jl. Gendong, Semarang (22/11).

Menurutnya, UU Penodaan Agama rawan mengkriminalisasi mereka yang punya tafsir berbeda dengan kelompok arus utama. “Banyak orang yang tidak bermaksud menjelekkan atau menista, dikriminalisasi karena pendapatnya itu,” ujar Tedi.

Karena itu Tedi berpendapat bahwa penistaan atau penodaan agama sangat subjektif. “Tidak semua persoalan agama jawabannya adalah regulasi.” imbuhnya kemudian.

Menurutnya, memang ada orang yang dengan sengaja menghina agama lain. “Kalau ada yang sengaja menghina, kita tidak usah memakai UU Penodaan agama, cukup pakai pasal kriminal biasa, misalnya hate speech atau menghasut.” terang Tedi.(*)

Facebook Comments

Share the knowledge!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *