Sugeng Widodo berjalan perlahan ke podium menggunakan tongkat alat bantu berjalannya, setelah pembicara lain menempati kursinya masing-masing, Tampak Sugeng sudah begitu leluasa beraktivitas dengan bantuan tongkat tersebut.

Ketua Persatuan Penyandang Difabel Indonesia (PPDI) Jawa Tengah ini dipercaya menjadi pemateri pada acara Warga Ngobrol Bareng tentang HAM (Waroeng HAM). Acara dilangsungkan di Gedung Lembaga Pendamping Usaha Buruh Petani dan Nelayan, kawasan Kota Lama Semarang pada Rabu (25/1) dengan mengambil tema “Implementasi UU Disabilitas”. Sugeng menyampaikan materi berjudul “Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Bidang Aksesibilitas.”

Sugeng memulai diskusi dengan memaparkan poin-poin yang ada dalam konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas. Sugeng mengingatkan agar terjadi pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas yang terpenting adalah aksesibilitas. “Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk penyandang disabillitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan. Sementara kesempatan adalah keadaan yang memungkinkan penyandang disabilitas mengembangkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat,” terangnya di awal diskusi.

Pria yang kerap mengunjungi penyandang disabilitas lainnya ini juga sempat menangis ketika menyampaikan materi, “Disabilitas itu ada yang secara fisik dan mental, kadang malah ada yang mengalami disabilitas ganda. Sampai sekarang saya masih suka menangis jika berkunjung ke keluarga yang anak-anaknya mengalami disabilitas ganda,” kenang Sugeng sambil tetap memegang mikrofon dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya menyeka pelan matanya yang mulai basah. Hal semacam itulah yang membuat Sugeng bersyukur kepada Tuhan meskipun dirinya sendiri juga penyandang disabilitas.

Sugeng menjelaskan bahwa sebenarnya penyandang disabilitas punya keinginan besar untuk terlibat dalam kehidupan di tengah masyarakat. Tetapi hanya sedikit yang mampu memenuhi keinginan tersebut karena masalah aksesibilitas. Pelaksanaan dan pemenuhan hak disabilitas menurutnya harus berasaskan penghormatan terhadap martabat kemanusiaan, keragaman manusia, aksesbilitas, perlakuan khusus serta perlindungan lebih. Lelaki yang menjadi penyandang disabilitas sejak mengalami kecelakaan semasa kuliah ini berharap semua lapisan masyarakat mau bekerjasama mewujudkan asas-asas yang ia sampaikan. Sugeng dengan tegas mengingatkan bahwa penyandang disabilitas sebenarnya butuh diberi kesempatan yang sama, bukannya malah dikasihani seperti yang selama ini terjadi.

Terkait aksesibilitas, beberapa fasilitas umum masih banyak yang belum memudahkan para penyandang disabilitas, “Bangunan bank sangat tidak mudah diakses oleh kami, terutama yang di unit,” keluh Sugeng. Dalam kasus lain, Sugeng mengaku tidak jarang lebih memilih tayamum daripada mengambil air wudhu karena tidak tersedia tempat wudhu khusus di masjid. “Karena masjid itu tidak menyediakan tempat wudhu khusus untuk penyandang disabilitas, daripada saya menuju tempat wudhu dan tongkat penyangga saya kecemplung nanti saya jatuh”, ujar Sugeng menambahkan.

Sementara salah satu peserta diskusi, Surya, sebagai penyandang tunanetra, dirinya mengaku masih kesulitan mengakses berbagai layanan publik. “Kalau bangun jalan itu ya pakai perspektif orang yang tidak bisa melihat juga pak, jangan hanya dengan perspektif orang yang bisa melihat! BRT (bus rapid transit) itu juga belum cukup aksesibilitasnya buat kita,” keluh Surya kepada perwakilan Pemerintah Kota Semarang yang menjadi salah satu narasumber diskusi.

Tommy Yarmawan Said, Kepala Dinas Sosial Kota Semarang yang baru menjabat awal Januari ini merespon cepat apa yang disampaikan Sugeng. Pihaknya berjanji akan segera melaporkan semua aspirasi yang ia dapat dari acara Waroeng HAM ini ke Walikota. Tommy juga mengaku sangat terbantu dengan kegiatan semacam ini.

Untuk tema pembahasan berikut, sudah ada dua komunitas yang antre untuk menjadi tuan rumah diskusi di bulan Februari dan Maret mendatang. Waroeng HAM diharapkan dapat menjadi jembatan pemerintah dan masyarakat agar dapat tercapai pemenuhan hak asasi manusia dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

 

Editor: Yvonne Sibuea

Facebook Comments

2 thoughts on “PPDI Jateng : Penyandang Disabilitas Butuh Kesempatan bukan Rasa Kasihan

  1. Sy penyandang cacat solo. Sy punya usaha pembuat benang sutra dari ulat sutra yg kami budidayakan dg pohon ubi (pohong). Ini belum ada di Indonesia. Sy ingin pemberdayaan usaha ini bisa bermanfaat buat Penyandang cacat seperti sy. Kebetulan ini cuma usaha sampingan sy, krn sy pns. Monggo dari pengurus yg minat mengembangkan utk difabel sy siap bantu. Rochmad, Penca Solo, 081285533003

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *