Persaudaraan Lintas Agama (PELITA) dan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) menggelar aksi solidaritas di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Selasa (17/1). Aksi digelar untuk mengawal berakhirnya batas waktu 60 hari bagi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyikapi Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016 atas Gugatan Warga Rembang dan Walhi.
Senin 16 Januari 2017, tepat sehari sebelum batas waktu 60 hari berakhir, Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur No. 6601/4 Tahun 2017. Ganjar menyatakan batal dan tidak berlakunya Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/17 Tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012 sebagaimana telah diubah oleh Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/30 Tahun 2016 tanggal 9 November 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang dalam konferensi pers di Wisma Perdamaian Semarang, Senin malam, 16 Januari 2017.
Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, Ganjar memerintahkan kepada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk untuk menyempurnakan dokumen adendum Amdal dan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL). Di lain pihak, Komisi Penilai Amdal Provinsi Jawa Tengah diminta untuk melakukan proses penilaian dokumen adendum Amdal dan RKL-RPL yang saat ini sedang berlangsung untuk memenuhi Putusan Peninjauan Kembali Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016.
Oleh warga Kendeng, keputusan Ganjar Pranowo tersebut dinilai menyimpan banyak kejanggalan. Ratusan orang membanjiri gerbang Kantor Gubernur Jawa Tengah sejak pagi sambil mengumandangkan sholawat. Aksi kali ini dihadiri berbagai elemen masyarakat, di antaranya dari organisasi lingkungan, organisasi mahasiswa se-kota Semarang, pejuang penolakan pabrik semen dari berbagai wilayah seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Tuban dan Kebumen, perwakilan serikat buruh, serta para pegiat lintas agama.
Aksi PELITA diawali orasi singkat Kyai Ubaidillah Achmad (Gus Ubaid) yang mengajak segenap peserta aksi memohon kepada Allah, agar diberikan kehidupan yang lebih lama lagi sehingga bisa terus memperjuangkan kelestarian pegunungan Kendeng. Dengan demikian menurutnya, masyarakat pegunungan Kendeng dapat terhindar dari ancaman pemodal yang mengabaikan kelestarian lingkungan dan pembangunan jangka panjang.
Dosen UIN Walisongo-Semarang tersebut juga mengajak peserta aksi membaca kalimat tauhid demi kesatuan relasi suci antara Allah, manusia (warga Kendeng), dan alam raya, karena jika nafas relasi suci ini dipusatkan kepada Allah, maka para pembaca kalimat ini akan kuat menghadapi benturan dan melewati jalan terjal.
Sementara Pdt. Andi dari Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) berorasi menyemangati peserta aksi tolak pabrik semen. “Karena alam ini diciptakan oleh Tuhan, siapa yang merusak alam berarti melawan Tuhan,” tegas Andi yang disambut sorak sorai setuju peserta aksi. “Jika kita mengaku umat Tuhan yang takwa, maka hukumnya wajib melestarikan alam ini,” lanjutnya tanpa mengurangi volume suaranya.
Sikapnya tegas mendukung gerakan pelestarian alam di Kendeng, “Tuntutan kami semua adalah kelestarian untuk Kendeng. Kami berharap untuk selamanya tidak ada izin menambang lag.” Pendeta Andi mempertanyakan keberpihakan Ganjar Pranowo, “Pemimpin itu adalah pelayan masyarakat. Siapa yang sekarang Bapak layani?” Serempak seluruh peserta aksi berteriak menjawab pertanyaannya, “Korporasi!”
Orasi selanjutnya diawali dengan doa syukur kepada Tuhan oleh Pdt. Aryanto Nugroho dari Gereja Jemaat Allah Global Indonesia. Syukur pantas dipanjatkan lantaran menurut Aryanto, atas izin Tuhan maka peserta aksi diberi cuaca sejuk, tidak seperti cuaca Semarang yang akhir-akhir ini luar biasa panas. Aryanto mendoakan agar para hati para pemimpin disentuh supaya dapat memberikan pertimbangan terbaik, dan mempertahankan bumi tetap lestari.
Terakhir, doa dan pernyataan sikap disampaikan oleh Muhammad Al-Fayyadl dari Front Nasional untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA). “Kami warga NU, warga Nahdliyin, para santri, mendukung perjuangan bapak ibu” begitulah kalimat pertama yang keluar dari mulut pria berkacamata tersebut. Ia juga mengutip Al-quran yang menjelaskan bahwa gunung-gunung merupakan pasak bumi. “Kalau tidak ada pasak, bumi akan hancur. Dan pegunungan Kendeng adalah pasak Jawa Tengah,” tegas alumnus Pesantren Annuqayah – Madura tersebut mengingatkan.
Terakhir Al-Fayyadl berpesan, “Mari kita jaga persatuan. Sesama masyarakat harus saling mendukung. Jangan sampai kita dipecah belah,” ucapnya saat melihat terjadi ketegangan karena peserta aksi anti tembakau merangsek ke kubu aksi tolak semen dan melakukan provokasi.
Setyawan Budi sebagai koordinator PELITA menjanjikan untuk tetap mengawal masalah Kendeng secara kultural dan spiritual.
Editor: Yvonne Sibuea