Semarang, EIN-Institute – Empat perempuan berkebaya biru yang dipadankan dengan kain songket bermotif cerah berdiri di samping pintu masuk aula Wisma Perdamaian, Semarang. Dengan cekatan mereka menyapa dan mengantarkan setiap tamu undangan menempati tempat duduk yang masih kosong.
Forum Persaudaraan Antar Etnis Nusantara (Perantara) bekerjasama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jawa Tengah menampilkan Gelar Kesenian dan Kebudayaan Daerah 2017 pada Minggu (12/3). Tema yang dipilih “Mempurifikasi Kearifan Lokal, Mempertahankan Kepribadian Budaya Nasional”. Pentas yang menampilkan 15 tarian daerah Indonesia ini dihadiri lebih dari 600 orang. Panitia harus menambah jumlah kursi yang diambil dari gudang karena membludaknya tamu undangan.
Kresna Umbu, Ketua Perantara Jawa Tengah, menyatakan bahwa acara gelar budaya ini adalah upaya mempertahankan identitas nasional. “Budaya kita itu khas, harus kita jaga budaya tersebut. Kita harus menghargai budaya kita dan jangan sampai terpengaruh kebudayaan luar,” pesan Kresna dalam sambutannya. Kresna mengingatkan generasi muda agar percaya diri menampilkan sisi keaslian budaya daerah asal mereka.
Pentas Tari Nusantara
Beberapa tarian daerah dipentaskan oleh mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dari sekian banyak kelompok yang ikut mementaskan tarian diantaranya Ikatan Mahasiswa Minang (IKAMI) Semarang dengan persembahan istimewa Tari Piring. “Memang kebanyakan masyarakat Indonesia mengenal tari ini sebagai Tari Piring, tetapi sebenarnya kami menyebutnya Tari Piriang,” ungkap Nino.
Kepada Kabar Ein, anak muda yang berkuliah di Universitas Diponegoro tersebut menerangkan bahwa Tari Piring adalah ritual yang menyimpan keagungan nilai, “Tari ini untuk memperingati setahun musim panen yang melimpah. Sekarang sih bisa digunakan untuk hiburan,” imbuhnya. Nino dan teman-temannya mengaku kalau hanya sempat mempersiapkan pementasan selama 3 hari. “Kami ingin memperkenalkan tari kami ke masyarakat luas,” ujar Nino penuh optimisme sebelum naik ke panggung.
Mengenal Budaya Berbagai Etnis di Indonesia
Sementara dari Indonesia Timur ada Rakyat Timur (Raket) Semarang yang beranggotakan pemuda-pemudi Nusa Tenggara Timur (NTT). Komunitas Raket diketuai Raymond, mahasiswa STIKES Widya Husada, Krapyak. “Kami akan menampilkan Tari Caci,” terang Raymond sambil menggenggam cambuk yang menjadi bagian dari tarian.
Tari Caci adalah tari perang yang biasa dilakonkan oleh dua lelaki; satu menggunakan cambuk dan yang lain menenteng perisai. Tari Caci seperti halnya Tari Piring, digelar upacara ucapan syukur pasca panen. “Tari ini memang tari perang, tetapi perang damai. Nanti akan ada perempuan yang ikut menari sebagai simbol mendamaikan,” pungkas Raymond.
Raymond antusias ketika diundang ke acara pementasan budaya semacam ini, “Acara seperti ini bisa mempererat hubungan kami dengan saudara dari etnis lain, tentu saja saya senang.” Dari Jawa tari yang dipentaskan adalah tari Lengger khas Banyumas.
Acara yang berlangsung sejak pukul 19.00 tersebut baru berakhir pukul 23.00. Laila Zumala, mahasiswi asal Pati yang berkuliah di Politeknik Negeri Semarang ini terlihat sumringah ketika ditemui Kabar Ein. “Saya harap anak muda tidak malu mempelajari budaya aslinya. Saya dulu juga sempat belajar tari Jaipong,” ungkap Laila mengakhiri obrolan.
Editor: Yvonne Sibuea