Kasus intoleransi yang marak terjadi belakangan ini, dipicu oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan. Dengan cara mencari dan menemukan kelemahan dari pemimpin yang ada, demikian disampaikan Dr Abdul Wahid, pengajar Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo-Semarang dalam forum dialog Komunitas Lintas Iman (IFC) yang digelar dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional.
“Contohnya adalah Ahok, dia adalah orang pintar tapi emosional. Dan, pesaing menggunakan kelemahan itu untuk menjatuhkan Ahok,” ungkap Abdul Wahid, Jumat (18/11) di Semarang.
Wahid menjelaskan “kepentingan politik” yang berujung pada intoleransi ini sangat terlihat jelas disaat Ahok teledor dalam berbicara. Contoh lainnya adalah saat Obama diprotes karena punya nama tengah Hussein.
Sementara, Lukas Awi Tristanto , anggota organisasi Hubungan Agama Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (HAK-KAS), mengatakan bahwa orang Kristen dipanggil untuk menjadi berkat dan salah satunya adalah dengan mau berdialog antar sesama pemeluk agama.
“Walaupun harus diakui, pengurus organisasi atau pemimpin agama tidak semua mau berbaur dengan kelompok berbeda agama, apalagi berdialog damai. Cara yang efektif adalah peran ulama atau pemuka agama untuk berbicara kepada rakyat jelata. Rakyat akan lebih percaya kepada pemuka agama yang terlihat bijak dan berkharisma.” terang Lukas.
Lukas memberi contoh di Semarang, ada Romo Budi yang sering berkomunikasi dan berdialog dengan komunitas agama lain. Demikian juga Romo Mangun, beliau rela meninggalkan paroki hanya untuk membantu masyarakat kali Code agar dapat hidup lebih layak. “Karena itu beliau sangat dihormati dan disayang masyarakat di sana (Code). Kita harus mencontoh apa yang dilakukan oleh Romo Mangun,” imbau Lukas.(*)
Editor : Yvonne Sibuea