Siek Hwie Soe: Dari Xiamen ke Parakan Siek Hwie Soe. Nama ini tak bisa dipisahkan dari Parakan, kota kecamatan yang berada di antara dua gunung Sumbing dan Sindoro. Ia merantau dari desa Lin Aou, Xiamen (Amoy) ke Jawa, dan datang ke Parakan diperkirakan pada awal tahun 1820an. Di Parakan saat itu sudah ada seorang pedagang bernama Loe Tjiat Djie. Siek Hwie Soe bekerja padanya dan terbukti bahwa ia adalah seorang pemuda yang rajin, jujur dan dapat diandalkan. Oleh karena itu, Siek Hwie Soe tak hanya mendapat kepercayaan sang majikan dalam hal pekerjaan, namun juga untuk menikahi putrinya, Loe Tien Nio. […]
GoPot(ehi): Diluncurkan di Semarang, Siap Menjelajah Nusantara
Pepatah “hidup segan mati tak mau” nampaknya cocok menggambarkan eksistensi wayang potehi di Indonesia selama lima dasawarsa terakhir. Semenjak dilarangnya ekspresi kebudayaan Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru pada 1967, praktis kesenian khas Tionghoa Hokkian ini lenyap dari pandangan masyarakat umum. Reformasi 1998 dan dukungan Presiden keempat, Abdurrahman Wahid, yang mencabut Inpres No 14 Tahun 1967 yang diskriminatif itu, menggairahkan kemunculan kembali tradisi Tionghoa, termasuk wayang potehi. Di banyak kelenteng, terutama menjelang dan selama perayaan Imlek, acap dijumpai pergelaran wayang potehi. Namun demikian popularitasnya tak bisa lagi menyamai masa-masa sebelum pelarangan. Menjembatani Wayang Potehi untuk Dinikmati Lintas Generasi Generasi milenial Tionghoa khususnya […]
Wayang Potehi 2020: Upaya Kolektif Meraup Perhatian Generasi Digital
Satu sore di bulan Mei 2018, tim Ein Institute tiba di Museum Potehi Gudo-Jombang. Nampak seorang pria paruh baya tengah asyik memainkan pisau ukirnya, sedangkan tangan satunya memegang bongkahan kayu. Ia salah seorang perajin wayang potehi asal kota ukir Jepara yang telah lama bekerja bersama Toni Harsono pemilik museum. Yang sedang ia kerjakan di beranda museum adalah bagian kepala satu karakter wayang potehi. Toni Harsono adalah seorang pelestari budaya yang sekaligus juga seorang dalang wayang potehi. Kecintaan Toni pada potehi telah terpupuk sejak kecil. Ayah dan kakeknya berprofesi sebagai dalang wayang potehi, semasa kesenian ini berjaya di era sebelum Orde […]
Lidya Apririasari, Menjembatani Komunikasi Jawa – Tionghoa di Parakan
Sosok perempuan tinggi besar dengan rambut terurai itu mencuri perhatian penonton Kirab Menoreh Sabtu, 9 November 2019 lalu. Kirab Menoreh diadakan untuk memperingati sebuah peristiwa penting: berpindahnya ibukota Kabupaten Menoreh dari kota Parakan ke kota Temanggung. Nama perempuan itu Lydia Apririasari. Ia terlihat berbeda dari peserta kirab lainnya yang berpakaian adat Jawa; terlihat seekor ular pyton warna kuning membelit leher dan bahunya. Karena kedekatannya dengan ular itulah Lydia diberi nama julukan ‘Lydia Ulo’ (ular). Semenjak masih kuliah di Jurusan Biologi Lingkungan, Fakultas Biologi, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Lydia sudah tertarik pada dunia reptilia dan amfibia (herpetologi), khususnya pada jenis […]
Grebeg Parakan 2019: Menolak Lupa Sejarah Kota
“Oh, ternyata dulu Parakan pernah menjadi ibukota kabupaten..” “Di sini to makamnya Kyai Parak yang namanya jadi cikal bakal nama Parakan..” “Wah, ternyata kita dulu pernah mempunyai seorang pendekar kungfu yang terkenal ya..” Itulah sebagian reaksi masyarakat Parakan mengenai kota kecamatan yang membawahi 17 kelurahan itu. Hal-hal tersebut terungkap dalam rangkaian acara Grebeg Parakan yang diadakan 6 – 9 November 2019 lalu. Parakan yang selama ini identik hanya dengan tembakau, bambu runcing dan rumah-rumah tua Tionghoa ternyata menyimpan sejarah yang cukup penting dalam bidang budaya dan perjuangan bangsa. “Seluruh masyarakat Kabupaten Temanggung berhutang pada kota Parakan, karena Parakan merupakan tonggak […]
Berburu Kompiang, Modal Lima Ribu Kenyang Hingga Siang
Warisan budaya Tiongkok sangat berpengaruh dalam dunia kuliner Indonesia. Faktanya, berbagai makanan asal Tiongkok telah melebur menjadi makanan masyarakat Indonesia sehari-hari dengan modifikasi bahan dasar dan bumbu lokal. Proses akulturasi ini terjadi sejak gelombang imigran asal Tiongkok mulai mendiami Nusantara pada akhir abad 14. Banyak sekali kosakata kuliner Indonesia yang ternyata masih menggunakan nama asli dari daerah asal di Tiongkok, antara lain dari Hokkian, Hakka dan Kanton.
Melancong ke Pecinan Semarang: Mengalami, Bukan Menonton
Catatan Pasca Jelajah Pecinan Semarang, Widya Mitra Heritage Walk -X Pariwisata Sudah Menjadi Kebutuhan Primer Pariwisata sudah menjadi kebutuhan primer; demikian temuan riset Visa Global Travel Inventions Study (GTIS) pada 2015. Terjadi peningkatan 33% wisata ke luar negeri yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dibanding tahun 2013. Selain itu muncul juga kecenderungan orang untuk bisa berlibur lebih lama dan lebih jauh lagi. Kementerian Pariwisata juga mencatat bahwa pada tahun 2013 masyarakat Indonesia mengeluarkan Rp. 177,84 triliun untuk biaya perjalanan. Generasi milenial lebih banyak menghabiskan pendapatannya untuk berlibur serta gaya hidup dibandingkan untuk belanja keperluan rumah tangga lainnya; demikian data BPS […]
Liku-Liku Bakcang, Penganan Nikmat yang Tak Mudah Dibuat
Sejak pagi Erlin sudah sibuk di tempat usahanya, sebuah rumah makan yang terletak di Jalan M.T. Haryono Semarang atau yang lebih dikenal dengan nama lama, Jalan Mataram. Perempuan paruh baya tersebut tengah menyiapkan bahan-bahan untuk membuat Bakcang, penganan tradisional Tionghoa yang secara turun temurun menjadi sajian pada perayaan Peh Cun. Peh Cun, dirayakan setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek. Dalam perayaan Peh Cun, masyarakat Tionghoa membuat dan makan Bakcang, mendirikan telur, mengadakan lomba perahu naga, dan melakukan ritual mandi tengah hari. Legenda di Balik Bakcang dan Perayaan Peh Cun Bakcang berasal dari dialek Hokkian, salah satu dialek masyarakat […]
Wayang Potehi, Seni Pertunjukan Lintas Kultur yang Terancam Mati
Wayang Potehi. Nama ini cukup asing bagi telinga orang Indonesia. Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kantung kain. Cara memainkannya adalah dengan memasukkan tangan ke dalam kantung kain dan memainkannya seperti layaknya wayang kulit. Wayang Potehi dimainkan menggunakan kelima jari tangan. Tiga jari tengah; telunjuk, jari tengah, dan jari manis berfungsi mengendalikan bagian kepala wayang, sedangkan ibu jari dan jari kelingking berperan menggerakkan bagian tangan wayang. Wayang Potehi merupakan seni pertunjukan boneka tradisional yang berasal dari Cina Selatan. Potehi adalah kata serapan dari dialek Hokkian, yakni : poo (artinya kain), tay (artinya kantong), dan hie (artinya wayang); sedangkan […]